Rabu, 14 November 2012

ASKEP HERNIA YARSI MATARAM



MAKALAH SISTEM PENCERNAAN
ASUHAN KEPERAWATAN
HERNIA

Description: LOGO YARSI

DISUSUN OLEH
KELOMPOK IX KELAS A2 :
1.             MARDIYANA
2.             M. KHAIRUL FAHMI
3.             I WAYAN BUDIARTHA
4.             PUJI HUMAEDI RUMINDRA
5.             SALIS AGUS ALFIAN


YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI S1
2012

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah ini telah disetujui pada :
Hari                : 
Tanggal          : 
Waktu                        : 

Disetujui Oleh            :



( Ns. Winda Nurmayani, S.Kep )

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.Berkat karunianya, kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN HERNIA.
            Makalah ini kami susun sesuai dengan kurikulum dan pembahasan perkuliahan sehingga bisa digunakan sebagai bahan materi untuk membantu kemudahan dalam menerima proses pembelajaran di dalam kelas.
            Dalam penyusunan makalah ini tentu banyak kesalahan – kesalahan yang terkandung di dalamnya baik dari segi isinya maupun kata-katanya bahkan dalam hal penulisan, maka dari itu kami mohon kritik dan sarannya dari bapak dosen demi perbaikan makalah-makalah kami di edisi berikutnya.
            Terakhir, ucapan terima kaasih kami sampaikan kepaada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan  makalah ini, dan kami ucapkan terima kasih kepada bapak dosen atas bimbingan dan dukungannya selama ini, kami pun mengucapkan terima kasih kepaada para penulis yang tulisannya kami kutip sebagai bahan makalah kami. Kami harap makalah ini dapat membantu kita semua dalam proses pembelajaran.
                       
                                                                                    Mataram, Oktober 2012
                                                                                                       
                                                                                                 
                                                                                                Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................................. iv
BAB I        PENDAHULUAN                                                                                      1
1.1.Latar Belakang                                                                                     1
1.2.Tujuan                                                                                                   2
1.3.Manfaat                                                                                                 2
BAB II       TINJAUAN PUSTAKA                                                                            3
2.1.Pengertian                                                                                              3
2.2.Klasifikasi                                                                                              4
2.3.Etiologi                                                                                                   5
2.4.Patofisiologi                                                                                           6
2.5.Manifestasi Klinis                                                                                  7
2.6.Komplikasi........................................................................................     9
2.7.Pencegahan........................................................................................    10
2.8.Pemeriksaan Penunjang                                                                       10
2.9.Pathway keperawatan.......................................................................   14
2.10.   Fokus Keperawatan                                                                          15
BAB III     PENUTUP                                                                                                   23
3.1  Kesimpulan                                                                                            23
3.2  Saran                                                                                                      23
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. v


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

      Hernia adalah suatu kelemahan pada dinding otot perut di segmen usus atau struktur perut menonjol. Hernia dapat juga penetreate melalui cacat lainnya di dinding perut, melalui diafragma, atau melalui struktur lainnya dalam rongga perut. (Donna,2000)

         Manifestasi klinik yang sering terjadi pada pasien dengan hernia yaitu obstruksi usus, seperti muntah-muntah, sakit perut crampy, distensi, nyeri abdomen, panas, adanya tonjolan pada area inguinal atau abdomen femoral, nausea, dan tachi cardi, disuria disertai hematuria dan sesak nafas. Masalah keperawatan yang sering muncul pada kasus hernia diantaranya potensial injuri, knowledge defisid, gengguan rasa nyaman, retaensi urine, dan potensial infeksi.

        Bila hernia tidak diatasi secara cepat dan tepat maka akan terjadi komplikasi seperti incareta, strangulate, perforasi, infeksi postop, scrotal edema, dehinse post operasi, dan evisceration. Berdasarkan masalah tersebut diatas dan komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien hernia bila tidak dilakukan secara adekuat, maka perlu asuhan keperawatan secara komprehensif yang mencakup kebutuhan biopsikososial spiritual yang terkait dengan masalah tersebut.Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyusun makalah ilmiah dengan judul “Askep Hernia”.

1.2    Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis mempunyai tujuan yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus sebagai beriku
t


1.2.1        Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ilmiah ini adalah memberikan gambaran mengenai penerapan asuhan keperawatan pada pasien hernia.
1.2.2        Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ilmiah ini adalah agar dapat menggambarkan tentang:
1.      Konsep dasar hernia,
2.      Pengkajian pada pasien dengan hernia
3.      Perumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan hernia
4.      Rencana asuhan keperawatan dan implementasi pada pasien dengan hernia.
1.3  Manfaat
Makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam pembelajaran maupun dalam penerapan asuhan keperawatan di masyarakat



 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    PENGERTIAN
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Sjamsuhidajat, 1997, hal 700).
Hernia adalah penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan melalui lubang yang abnormal (Dorlan, 1994,hal 842)
Hernia adalah keluarnya bagian dalam dari tempat biasanya. Hernia scrotal adalah burut lipat pada laki-laki yang turun sampai ke dalam kantung buah zakar (Laksman, 2002, hal 153).
Hernia scrotalis merupakan hernia inguinalis lateralis yang mencapai scrotum. ( Sjamsuhidajat, 1997, hal 717 )
Post adalah awalan yang menyatakan setelah atau di belakang. (Dorlan, 1994,hal 1477)
Operasi merupakan pembedahan, setiap tindakan yang dikerjakan oleh ahli bedah, khususnya tindakan yang memakai alat-alat. (Ramali dan Pamoentjak, 2000, hal  244)
Dextra merupakan istilah yang menyatakan sesuatu yang berada disebelah kanan dari dua struktur yang serupa atau yang berada disebelah kanan tubuh. (Dorlan, 1994,hal 517)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post operasi hernia scrotalis dextra adalah hernia inguinalis lateralis dimana penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan yang melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan mencapai scrotum bagian kanan dan telah dilakukan tindakan pembedahan oleh ahli bedah.



2.2    KLASIFIKASI
Menurut Sachdeva ( 1996, hal 232-234) menklasifikasikan hernia sebagai berikut ;
1.      Hernia Reponiblis
Hernia yang dapat masuk kembali ketika penderita tidur terlentang atau dapat dimasukkan oleh penderita atau ahli bedah.
2.      Hernia Ireponiblis
Apabila isinya tidak dapat dikembalikan ke dalam abdomen dan tidak tampak adanya komplikasi.
3.      Hernia Obstruksi
Merupakan hernia ireponiblis yang berisi usus dimana lumennya mengalami onstruksi dari luar atau adanya gangguan suplai darah dari usus.
4.      Hernia Strangulasi
Hernia akan mengalami strangulasi bila suplai darah terhadap isinya sangat terganggu  yang dapat mengakibatkan gangren.
Adapun tindakan yang digunakan untuk mengatasi hernia ada 2 macam yaitu;
1.      Tindakan konservatif
Yaitu tindakan dengan melakukan reposisi  dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia.
2.      Tindakan definitive
Tindakan definitive untuk mengatasi hernia berupa operasi yang dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal. Dengan melakukan insisi pada garis linear di atas kanalis inguinalis yaitu 1 inci diatas dan sejajar terhadap 2/3 medial ligamentum inguinalis. Adapun prinsip dasar operasi hernia terdiri dari Herniotomi dan Herniorapi.
a.       Herniotomi
Merupakan operasi pemotongan untuk memperbaiki hernia.
b.      Herniorapi


Herniorapi yaitu dengan melakukan perbaikan pada dinding posterior tanpa menggunakan bahan asesoris. Apabila dalam melakukan perbaikan dinding posterior menggunakan bahan asesoris maka disebut dengan Hernioplasti.

2.3    ETIOLOGI
Hernia scrotalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat (akuistik), hernia dapat dijumpai pada setiap usia, prosentase lebih banyak terjadi pada pria, berbagai faktor penyebab berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia, disamping itu disebabkan pula oleh faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut.
Faktor yang dapat dipandang berperan kausal adalah adanya peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia, jika kantung hernia inguinalis lateralis mencapai scrotum disebut hernia scrotalis.(Sjamsuhidajat , Jong, 1997, hal 706)
Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah:
1.      Hernia inguinalis indirect, terjadi pada suatu kantong kongenital sisa dan prosesus vaginalis.
2.      Kerja otot yang terlalu kuat.
3.      Mengangkat beban yang berat.
4.      Batuk kronik.
5.      Mengejan sewaktu miksi dan defekasi.
6.      Peregangan otot abdomen karena meningkatkan tekanan intra abdomen (TIA) seperti: obesitas dan kehamilan.
Indikasi pelaksanaan operasi adalah pada semua jenis hernia, hal ini dikarenakan penggunaan tindakan konservatif hanya terbatas pada hernia umbilikalis pada anak sebelum usia dua tahun dan pada hernia ventralis. Tindakan operasi dilakukan pada hernia yang telah mengalami stadium lanjut yaitu;
1.      Mengisi kantong scrotum
2.      Dapat menimbulkan nyeri epigastrik karena turunnya mesentrium.
3.      Kanalis inguinalis luas pada hernia tipe ireponibilis.
Pada hernia reponibilis dan ireponibilis dilakukan tindakan bedah karena ditakutkan terjadinya komplikasi, sedangkan bila telah terjadi strangulasi tindakan bedah harus dilakukan secepat mungkin sebelum terjadinya nekrosis usus.
                                   (Sachdeva, 1996, hal 235 – 236 ; Mansjoer, 2000, hal 315)

2.4    PATOFISIOLOGI
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut, akan menarik perineum ke daerah scrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei, pada bayi yang baru lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut, namun dalam beberapa hal seringkali kanalis ini tidak menutup karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka, bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.
Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis congenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup namun karena merupakan lokus minoris persistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateral akuisita. Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal adalah kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan pada saat defekasi, miksi misalnya pada hipertropi prostate.
Apabila isi hernia keluar melalui rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke dalam hernia kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus, dan bila berlanjut tonjolan akan sampai ke scrotum yang disebut juga hernia scrotalis.
Tindakan bedah pada hernia dilakukan dengan anestesi general atau spinal sehingga akan mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) yang berpengaruh pada tingkat kesadran, depresi pada SSP juga mengakibatkan reflek batuk menghilang. Selain itu pengaruh anestesi juga mengakibatkan produksi sekret trakeobronkial  meningkat sehingga jalan nafas terganggu, serta mengakibatkan peristaltik usus menurun yang berakibat pada mual dan muntah, sehingga beresiko terjadi aspirasi yang akan menyumbat jalan nafas.
Prosedur bedah akan mengakibatkan hilang cairan, hal ini karena kehilangan darah dan kehilangan cairan yang tidak terasa melalui paru-paru dan kulit. Insisi bedah mengakibatkan pertahanan primer tubuh tidak adekuat (kulit rusak, trauma jaringan, penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh), luka bedah sendiri juga merupakan jalan masuk bagi organisme patogen sehingga sewaktu-waktu dapat terjadi infeksi.
Rasa nyeri timbul hampir pada semua jenis operasi, karena terjadi torehan, tarikan, manipulasi jaringan dan organ. Dapat juga terjadi karena kompresi / stimulasi ujung syaraf oleh bahan kimia yang dilepas pada saat operasiatau karena ischemi jaringan akibat gangguan suplai darah ke salah satu bagian, seperti karena tekanan, spasmus otot atau hematoma.
(Mansjoer, 2000, hal 314 ; Sjamsuhidajat,1997, hal 704 ; Long,1996,          hal 55 – 82).

2.5    MANIFESTASI KLINIK
Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha, benjolan tersebut bisa mengecil dan menghilang pada saat istirahat dan bila menangis, mengejan, mengangkat beban berat atau dalam posisi berdiri dapat timbul kembali, bila terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri, keadaan umum biasanya baik pada inspeksi ditemukan asimetri pada kedua sisi lipat paha, scrotum atau pada labia dalam posisi berdiri dan berbaring pasien diminta mengejan dan menutup mulut dalam keadaan berdiri  palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya dan coba didorong apakah benjolan dapat di reposisi  dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak-anak, kadang cincin hernia dapat diraba berupa annulus inguinalis yang melebar.
Pemeriksaan melalui scrotum, jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum pubikum, ikuti fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus pada keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk, bila masa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka itu adalah hernia inguinalis medialis (Mansjoer, 2000, hal 314 ; Kusala, 2007, http://www.kalbe.co.id/files)
Pada umumnya terapi operatif merupakan terapi satu-satunya yang rasional. Beberapa masalah yang sering terjadi pada fase post operasi antara lain; kesadaran menurun, sumbatan saluran nafas, hipoventilasi, hipotensi , aritmi cardiak, shock, nyeri, distensi kandung kencing, cemas, aspirasi isi lambung.
Tindakan operatif dilakukan dengan melakukan insisi pada tubuh sehingga tubuh memerlukan waktu untuk penyembuhan luka. Luka bedah karena dilakukan dengan disertai teknik asepsis pada umumnya penyembuhannya lancar dan cepat.
Ada empat fase penyembuhan luka; fase I penyembuhan luka, lekosit mencerna bakteri dan jaringan rusak. Fibrin tertumpuk pada gumpalan yang mengisi luka dan pembuluh darah tumbuh pada luka dari benang fibrin sebagai kerangka. Luka kekuatannya rendah tapi luka yang dijahit akan menahan jahitan dengan baik. Pasien akan terlihat dan merasa sakit pada fase ini yang berlangsung selama 3 (tiga) hari.
Fase II berlangsung 3 – 14 hari setelah pembedahan. Lekosit mulai menghilang, semua lapisan epitel mulai beregenerasi selengkapnya dalam 1 (satu) minggu. Jaringan baru memiliki sangat banyak jaringan vaskuler, jaringan ikat berwarna kemerah-merahan karena banyak pembuluh darah dan mudah terjadi perdarahan, pasien akan terlihat lebih baik. Tumpukan kolagen serabut protein putih akan menunjang luka dengan baik dalam 6 – 7 hari. Jadi jahitan diangkat pada waktu ini, tergantung pada tempat dan luasnya bedah.
Pada fase III kolagen terus bertumpuk. Hal ini akan menekan pembuluh darah baru dan arus darah menurun. Luka sekarang terlihat seperti berwarna merah jambu yang luas. Pada fase ini yang kira-kira berlangsung dari minggu ke dua sampai minggu ke enam post operasi, pasien harus menjaga agar tidak menggunakan otot yang terkena.
Fase terakhir, fase ke IV berlangsung beberapa bulan post operasi. Pasien akan mengeluh gatal diseputar luka. Kolagen terus menimbun pada waktu ini, luka menciut dan menjadi tegang. Bila luka dekat persendian akan terjadi kontraktur.
                                                                  (Long,1996, hal 70 – 86)

2.6    KOMPLIKASI
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan abses local, fistel atau peritonitis.
Sedangkan komplikasi operasi hernia dapat berupa cidera vena femoralis, nervus ilioinguinalis, nervus iliofemoralis, duktus deferens, atau buli-buli bila masuk pada hernia geser. Nervus ilioinguinalis harus dipertahankan sejak dipisahkan karena jika tidak, maka dapat timbul nyeri pada jaringan parut setelah jahitan dibuka.
Komplikasi dini setelah operasi dapat pula terjadi, seperti hematoma, infeksi luka, bendungan vena, fistel urine atau feses, dan residif. Komplikasi lama merupakan atrofi testis karena lesi arteri spermatika atau bendungan pleksus pampiniformis, dan yang paling penting, terjadinya residif (kekambuhan). Insiden dari residif begantung pada umur pasien, letak hernia, teknik yang digunakan dalam pembedahan dan cara melakukannya.
(Sjamsuhidajat, 1997, hal 718-719)

2.7  PENCEGAHAN
         Kelemahan otot bawaan tidak dapat dicegah, namun, latihan penguatan otot yang mungkin dapat membantu. Menjaga berat badan normal, sehat secara fisik, dan menggunakan teknik mengangkat yang tepat dapat mencegah herniasi. Awal pengakuan dan diagnosis herniasi sangat membantu dalam pencegahan tercekik. Setelah herniasi terjadi, individu harus mencari perhatian medis dan menghindari mengangkat dan tegang, yang berkontribusi pada cekikan.

         Hernia inguinalis seringkali dapat didorong kembali ke dalam rongga perut. Tetapi jika tidak dapat didorong kembali melalui dinding perut, maka usus bisa terperangkap di dalam kanalis inguinalis (inkarserasi) dan aliran darahnya terputus (strangulasi). Jika tidak ditangani, bagian usus yang mengalami strangulasi bisa mati karena kekurangan darah. Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan usus ke tempat asalnya dan untuk menutup lubang pada dinding perut agar hernia tidak berulang. Obat-obatan biasanya diberikan untuk mengatasi nyeri setelah penderita menjalani pembedahan. Kadang setelah menjalani pembedahan penderita dianjurkan untuk memakai korset untuk menyokong otot yang lemah selama masa pemulihan.

2.8    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    Pemeriksaan Fisik
a.    Inspeksi daerah inguinal dan femoral

Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau sebagian daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua hernia ditemukan di daerah inguinal. Biasanya, impuls hernia lebih jelas dilihat dari pada diraba. Suruhlah pasien memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Lakukanlah inspeksi daerah inguinal dan femoral untuk melihat timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi dan bandingkan impuls ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan periksalah kembali daerah itu.

b.        Palpasi hernia inguinal
Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakkan jari telunjuk kanan pemeriksa didalam skrotum diatas testis kiri dan menekan kulit skrotum kedalam. Harus ada kulit skrotum yang cukup banyak untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan kuku menghadap keluar dan bantalan jari kedalam.
Tangan kiri pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan pasien untuk sokongan yang lebih baik. Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika dilateral masuk kedalam kanal inguinal sejajar dengan ligamentum inguinal dan digerakkan ke atas ke arah cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum pubikum. Cincin eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanal inguinal, mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantalan jari pemeriksa. Jika ada hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah hernia itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus menerus pada masa itu. Jika pemeriksaan hernia dilakukan dengan kulit skrotum yang cukup banyak dan dilakukan dengan perlahan-lahan, tindakan ini tidak menimbulkan nyeri. Uraian tentang ciri-ciri hernia akan dibahas berikutnya.

Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda rasa lebih nyaman.
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia inguinal indirek mungkin ada didalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk menentukan apakah ada bunyi usus didalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk menegakkan dignosis hernia inguinal indirek.

- Foto ronsen spinal
- Elektromiografi
- Venogram epidural
- Fungsi lumbal
- Tanda leseque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas)
- Scan CT
- MRI
- Mielogram
2.      Pemeriksaan darah
a.       Lekosit ; peningkatan jumlah lekosit mengindikasikan adanya infeksi.
b.      Hemoglobin ; Hemoglobin yang rendah dapat mengarah pada anemia/kehilangan darah.
c.       Hematokrit ; peningkatan hematokrit mengindikasikan dehidrasi
d.      Waktu koagulasi ; Mungkin diperpanjang, mempengaruhi hemostasis intraoperasi/pascaoperasi.
2.      Urinalisis
BUN, Creatinin, munculnya SDM atau bakteri mengindikasikan infeksi.
3.      GDA
Mengevaluasi status pernafasan terakhir.
4.      EKG
Untuk mengetahui kondisi jantung.


2.9    PATHWAYS KEPERAWATAN









































 
HERNIA INGUINALIS
 
                                     
 


Resti infeksi
 
Pertahanan primer tidak adekuat
 
Batuk tidak efektif
 
Resti Gg. Keseimbangan volume cairan
 
Kompresi saraf
 
Gg. Peristaltic usus
 
ansietas
 
Aliran darah ke jar. terhambat
 
Perdarahan
 
Defisit of knowledge
 
Perubahan status kesehatan
 
Turun ke jaringan lain
 
Otot dinding
Trigonum hasselbach  melemah
 
Penonjolan ke belakang kanalis inguinalis dan terpisah dari vesikulus spermatikus
 
Herniorapi / Herniotomi
 
Luka insisi
 
Efek anestesi
 
                                     (                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             








 


 













Kerusakan mobilitas fisik
 
 





2.10FOKUS KEPERAWATAN
1)      Pengkajian
a.       Status Respiratori
Kebebasan saluran nafas, kedalaman bernafas, kecepatan, sifatnya. Bunyi nafas : ada dan sifatnya.
b.      Status Sirkulatori
Nadi, tekanan darah, suhu, warna kulit, pengisian kapiler.
c.       Status Neurologis
Tingkat kesadaran, penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala shock dan harus segera dilaporkan kepada ahli bedah dan disertai gejala lain yang jelas.
d.      Balutan
Keadaan balutan, terdapat drain, terdapat selang yang harus disambung dengan system drainase.
e.       Kenyamanan
Terdapat nyeri, mual, muntah, sikap tidur yang nyaman dan memperlancar ventilasi.
f.       Keamanan
Terdapat  pengaman  pada  tempat  tidur, alergi  atau sensitive terhadap  obat,  makanan,  plester,  larutan.  Munculnya proses infeksi ; demam.
                                                                                    (Long, 1996, hal 60)
2)    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dan intervensi
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi trakeobronkial sekunder terhadap efek anestesi; batuk tidak efektif sekunder terhadap depresi SSP atau nyeri dan splinting otot.
2.      Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan  dengan kompresi syaraf, prosedur bedah.
3.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah pembentukan hematoma.
3)      Intervensi
NO
DX KEP
KRITERIA HASIL
INTERVENSI
RASIONAL
1.





















































































2.






























































3.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi trakeobronkial sekunder terhadap efek anestesi; batuk tidak efektif sekunder terhadap depresi SSP atau nyeri dan splinting otot.





































































Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan  dengan kompresi syaraf, prosedur bedah.
























































Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah pembentukan hematoma.


Kriteria Hasil :
a.         Jalan napas pasien bersih, ditandai dengan bunyi napas normal pada auskultasi.
b.        RR : 12 – 20 X / menit dengan kedalaman dan pola normal.











































































Kriteria hasil:
1)   Melaporkan nyeri hilang dan terkontrol.
2)   mengungkapkan metode yang memberi penghilangan.
3)    mendemonstrasikan penggunaan intervensi terapeutik.
4)    Instruksikan pada pasien untuk melakukan teknik relaksasi atau visualisasi
5)    Kolaborasi dalam pemberian therapy












































Kriteria hasil:
Melaporkan atau mendemonstrasikan situasi normal.




1)Pertahankan jalan nafas pasien dengan meletakkan pasien pada posisi yang sesuai.













2)Observasi frekwensi, kedalaman pernafasan dan pemakaian otot bantu pernafasan.



3)Observasi pengembalian fungsi otot, terutama otot-otot pernafasan .


4)Lakukan penghisapan lendir jika diperlukan





5)Kolaborasi pemberian tambahan oksigen sesuai kebutuhan.































1)Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi lamanya serangan, faktor pencetus atau yang memperberat



2) Pertahankan tirah baring selama fase akut letakkan pasien pada posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi atau posisi terlentang dengan atau tanpa meninggikan kepala 10-30 derajat.
3) Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan






4)Instruksikan pada pasien untuk melakukan teknik relaksasi atau visualisasi





5)Kolaborasi dalam pemberian therapy


1)         Lakukan penilaian terhadap fungsi neurologist secara periodik



2)         Pertahankan pasien dalam posisi terlentang sempurna selama beberapa jam

3) Pantau tanda-tanda vital, catat kehangatan, pengisian kapiler





4)         Kolaborasi dalam pemberian cairan atau darah sesuai indikasi
1) Mencegah obstruksi jalan nafas. Elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
2) Dliakukan untuk memastikan efektivitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya dapat segera dilakukan.
3) dilakukan untuk meningkatkan pengambilan oksigen yang akan diikat oleh Hb.
4) Obstruksi jalan nafas dapat terjadi karena adanya darah atau mukus dalam tenggorokan atau trakea.
5) Setelah pemberian obat – obat relaksasi otot selama masa intraoperatif, pengembalian  fungsi otot pertama kali  terjadi pada diafragma, otot interkostal, yang akan diikuti dengan relaksasi kelompok otot–otot utama seperti leher, bahu, dan otot–otot abdominal, selanjutnya diikuti oleh otot – otot  berukuran sedang seperti  lidah, faring, otot – otot ekstensi dan fleksi dan diakhiri oleh mata, mulut wajah dan jari – jari tangan.
1.Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap terapy.
2.Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien untuk menurunkan spasme otot menurunkan penekanan pada bagian tubuh





3. Menurunkan gaya gravitasi dan gerak yang dapat menghilangkan spasme otot dan menurunkan edema dan tekanan.
4. Memfokuskan perhatian klien membantu menurunkan tegangan otot dan meningkatkan proses penyembuhan.
5.Intervensi cepat dan mempercepat proses penyembuhan.
1.Penurunan atau perubahan mungkin mencerminkan resolusi edema, inflamasi sekunder.
2. Penekanan  pada daerah operasi dapat menurunkan resiko hematoma.

3. Perubahan kecepatan nadi mencerminkan hipovolemi akibat kehilangan darah, pembatasan pemasukan oral, mual, muntah.
4. Terapi cairan pengganti tergantung pada derajat hipovolemi.
                                                                          (Doengoes, 2000; Swearingen,2001)     


ASUUHAN KEPERWATAN PADA Tn. M dengan Hernia Inguinalis Lateral (HIL) di  Ruang Ruangan Operasi  (OK) RS BDLUD
Tanggal pengkajian     : 10 November 2011
Tanggal Operasi          : 10 November 2011
Tempat Praktek           : Ruangan OK RS BDLUD
A.  PENGKAJIAN
1.                  IDENTITAS PASIEN
Nama               : Tn. M
Umur               : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama             : Kristen Protestan
Suku bangsa    : Minahasa / Indonesia
Pekerjaan         : Buruh bangunan
Pendidikan      : SD
Status              : Kawin
Alamat                        : Mahakeret, kota Manado
Tanggal MRS  : 20 November 2011
2.                  IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama                        : Tn. T
Umur                         : 43 tahun
Jenis Kelamin            : Laki-laki
Agama                      : Kristen Protestan
Suku bangsa             : Minahasa / Indonesia
Pekerjaan                  : Buruh bangunan
Pendidikan                : SMP
Status                        : kawin
Alamat                      : Mahakeret, kota Manado
Hubungan dengan pasien: anak


3.                  RIWAYAT PENYAKIT
a.    Keluhan Utama
Benjolan di lipat paha sebelah kanan.
b.    Riwayat penyakit sekarang
·    Benjolan di lipat paha kanan, dialami penderita sejak kurang lebih 2 tahun sebelum masuk rumah sakit. Benjolan dirasakan penderita keluar masuk. Benjolan keluar dan membesar bila penderita mengangkat beban berat atau berjalan jauh dan benjolan akan masuk kembali bila penderita beristirahat (tiduran). Penderita tidak merasakan nyeri, mual muntah, serta demam.
·    Frekuensi kencing ± 3 kali sehari, kencing tidak terputus-putus, tidak dirasakan nyeri saat BAK.
·    BAB dirasakan biasa normal.
c.    Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat batuk lama (+), sakit jantung (-), darah tinggi (-).
d.   Riwayat Penyakit Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga. Menikah dan mempunyai 5 orang anak. Penderita bekerja sebagai buruh bangunan sehingga sering mengangkat beban yang berat.
4.    PEMERIKSAAN FISIK
·         Keadaan Umum : Cukup
·         Kesadaran : E4V5M6
·         Tanda Vital : Tekanan darah : 110/70 mmhg.
Nadi : 84 x/menit.
Respirasi : 22 x/menit
Suhu rectal : 36,2 oC.
·         Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor kiri =
kanan, refleks cahaya +/+ normal.
·         Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar.
·         Thoraks : Inspeksi : Pergerakan nafas simetris kiri = kanan
Auskultasi : Suara pernapasan kiri = kanan
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor kiri = kanan
·         Abdomen : Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani, pekak hepar (+)
·         Inguinalis : Inspeksi : Benjolan (-), warna kulit sama dengan sekitar
Palpasi : Tes invaginasi : impuls pada ujung jari
Tes Ziemenn : teraba pulsasi di anulus inferior
·         Tulang belakang : Tak ada kelainan
·         Extremitas : Superior et Inferior : Tak ada kelainan
·         Neurologi : Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-
·         Rectal Toucher : Tonus sfingther ani cekat, ampula kosong, mukosa licin, prostat kesan normal.
·         Sarung tangan : Darah (-), lender (-), feses (-)
·         Genitalia : Tak ada kelainan
5.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
·  Hb : 14,1 gr%
·  Leukosit : 4800/mm3
·  Trombosit : 188.000/mm3
Radiologi
·  X-rays : Foto Thorax : kronik bronkiolitis
EKG : LAHB
B.  ANALISA DATA
No
Data
Etiologi
Problem
1.
DS :
-       Klien mengatakan lemas untuk bergerak
-        Klien mengatakan nyeri di bagian bekas operasi
DO :
-              Klien tampak lemah
 -    Terdapat luka insisi
-     Terdapat jahitan di perut
Tindakan
 


Adanya insisi bedah


Nyeri


 


Gangguan nyaman/Nyeri



Nyeri
2.
DS :
-       Klien mengeluh kesulitan berkemih
DO :
-          BAK klien tidak adekuat
-          Haluaran urine < 1000 ml/24 jam
Tindakan opersi
 

Nyeri
 
Perubahan suhu tubuh


 


Gangguan Berkemih
Retensi Urine
3.
DS :
-          Klien / keluarga mengatakan tidak mengetahui komplikasi, cara perawatan serta tanda dan gejala dari hernia
DO :
-          Klien dan keluarga  tampak bingung saat ditanya komplikasi, cara perawatan serta tanda dan gejala dan dari hernia
-          Klien dan keluarga tampak tidak bisa menunjukkan cara penanggulangan pasien hernia

Tingkat pendidikan rendah


 



keterbatasan pengatahuan
 

Kurang pengetahuan mengenai penyakit hernia
Kurang pengetahuan

           
C.  DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.        Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi pembedahan.
2.        Retensi urine (resiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan anestetik selama pembedahan abdomen.
3.        Kurang pengetahuan : potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia dan tindakan yang dapat mencegah kekambuhan mereka.
D.  INTERVENSI
NO
Dx Keperawatan
NOC
NIC
RASIONAL
1.       


















2.       















3.       
1.      Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi pembedahan.




















Retensi urine (resiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan anestetik selama pembedahan abdomen.
















1.      Kurang pengetahuan : potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia dan tindakan yang dapat mencegah kekambuhan mereka.


Hasil yang diperkirakan : dalam 1 jam intervensi,
-persepsi subjektif klien tentang ketidaknyamanan menurun seperti ditunjukkan skala nyeri.
- Indikator objektif seperti meringis tidak ada/menurun.










·         Hasil yang diharapkan  : dalam 8-10 jam pembedahan,
·      pasien berkemih tanpa kesulitan.
·      Haluaran urine ³ 100 ml selama setiap berkemih dan adekuat (kira-kira 1000-1500 ml) selama periode 24 jam.







Hasil yang diperkirakan : setelah  instruksi,
·    pasien mengungkapkan pengetahuan tentang tanda dan gejala komplikasi GI dan menjalankan tindakan yang diprogramkan oleh pencegahan.

a.     Kaji dan catat nyeri
b.     Beritahu pasien untuk menghindari mengejan, meregang, batuk dan mengangkat benda yang berat.
c.      Ajarkan bagaimana bila menggunakan dekker (bila diprogramkan).
d.     Ajarkan pasien pemasangan penyokong skrotum/kompres es yang sering diprogramkan untuk membatasi edema dan mengendalikan nyeri.
e.      Berikan analgesik sesuai program.

a.       Kaji dan catat distensi suprapubik atau keluhan pasien tidak dapat berkemih.
b.      Pantau haluaran urine. Catat dan laporkan berkemih yang sering < 100 ml dalam suatu waktu.
c.       Permudah berkemih dengan mengimplementasikan : pada posisi normal untuk berkemih rangsang pasien dengan mendengar air mengalir/tempatkan pada baskom hangat.

a.       Ajarkan pasien untuk waspada dan melaporkan nyeri berat, menetap, mual dan muntah, demam dan distensi abdomen, yang dapat memperberat awitan inkarserasi/strangulasi usus.
b.      Dorong pasien untuk mengikuti regumen medis : penggunaan dekker atau penyokong lainnya dan menghindari mengejan meregang, konstipasi dan mengangkat benda yang berat.

c.       Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi diit tinggi residu atau menggunakan suplement diet serat untuk mencegah konstipasi, anjurkan masukan cairan sedikitnya 2-3 l/hari untuk meningkatkan konsistensi feses lunak.
d.      Beritahu pasien mekanika tubuh yang tepat untuk bergerak dan mengangkat.


a.Untuk mengetahui tingkat nyeri
b.     Mengejan , batuk dan meregang dapat memperbesar resiko hernia
c. Dekker adalah terapi yang baik untuk hernia
d.     Kompres dingin dapat mengendalikan / mengurangi nyeri
e. Analgesik dapat mengurangi nyeri


a.    Untuk mengetahui perkembangan kondisi klien
b.    Urine adalah tolak ukur dari  fungsi ginjal


c. Merangsang berkemih adalah cara untuk memulihkan fungsi ginjal







a.  Nyeri merupakan komplikasi utama dari pembedahan







b.  Penggunaan dekker adlah terpai terbaik untuk hernia







c.  Makanan berserat dpaat meminimalisir mengedan









d.  Latihan gerak dapat membantu untuk mengindarkan dari luka dekubitus

E.  IMPLEMENTASI
Tgl/jam
Dx keperawatan
Tindakan
Paraf  
10 November 2011
09.00 WITA








12 November 2011
09.00 WITA





13 November 2011
09.00 WITA













14 November 2011  
09.00 WITA



















15 November 2011 09.00 WITA









2.      Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi pembedahan.
























Retensi urine (resiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan anestetik selama pembedahan abdomen.




















2.      Kurang pengetahuan : potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia dan tindakan yang dapat mencegah kekambuhan mereka.




















































a. Mengkaji dan mencatat nyeri
b. Memberitahu pasien untuk menghindari mengejan, meregang, batuk dan mengangkat benda yang berat.
c. Mengajarkan bagaimana bila menggunakan dekker (bila diprogramkan).
d. Mengajarkan pasien pemasangan penyokong skrotum/kompres es yang sering diprogramkan untuk membatasi edema dan mengendalikan nyeri.
e. Memberikan analgesik sesuai program.

a.       Mengkaji dan mencatat distensi suprapubik atau keluhan pasien tidak dapat berkemih.
b.      Memantau haluaran urine. Mencatat dan melaporkan berkemih yang sering < 100 ml dalam suatu waktu.
c.       Mempermudah berkemih dengan mengimplementasikan : pada posisi normal untuk berkemih rangsang pasien dengan mendengar air mengalir/tempatkan pada baskom hangat.

a.       Mengajarkan pasien untuk waspada dan melaporkan nyeri berat, menetap, mual dan muntah, demam dan distensi abdomen, yang dapat memperberat awitan inkarserasi/strangulasi usus.
b.      Mendorong  pasien untuk mengikuti regumen medis : penggunaan dekker atau penyokong lainnya dan menghindari mengejan meregang, konstipasi dan mengangkat benda yang berat.

c.       Menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi diit tinggi residu atau menggunakan suplement diet serat untuk mencegah konstipasi, anjurkan masukan cairan sedikitnya 2-3 l/hari untuk meningkatkan konsistensi feses lunak.
d.      Memberitahu  pasien mekanika tubuh yang tepat untuk bergerak dan mengangkat.


TT


F.   EVALUASI
Catatan perkembangan
Tanggal /Jam
Dx Keperawatan
Perkembangan  SOAP

10 November 2011
09.00 WITA










12 November 2011
9.00 WITA






13 November 2011
9.00 WITA
































14 November 2011
9.00 WITA












15 November 2011
9.00 WITA












16 November 2011
9.00 WITA













18 November 2011
9.00 WITA











19 November 2011
9.00 WITA











20 November 2011
9.00 WITA



22 November 2011
9.00 WITA

24 November 2011
9.00 WITA





25 November 2011
9.00 WITA













1.       















































































































































































































2.       























3.       
S : Keluar benjolan dilipat paha kanan
O :
KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 120/80 mmhg, Nadi 84 x/menit, Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,4oC
Regio inguinalis dekstra : terdapat benjolan yang dapat keluar masuk.
A : Hernia inguinalis lateralis dekstra reponibilis
P : Bed rest
Pro herniotomi dengan pemasangan mesh


S : (-)
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 120/70 mmhg, Nadi 88 x/menit, Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,2oC
Regio inguinalis dekstra : terdapat benjolan yang dapat keluar masuk.
A : Hernia inguinalis lateralis dekstra reponibilis
P : Bed rest
Pro herniotomi dengan pemasangan mesh
Konsul anestesi untuk dilakukan operasi
S : (-)
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 120/80 mmhg, Nadi 80 x/menit, Respirasi 22 x/menit, Suhu 36oC
Regio inguinalis dekstra : terdapat benjolan yang dapat keluar masuk.
A : Hernia inguinalis lateralis dekstra reponibilis
P : Dilakukan herniotomi dengan pemasangan mesh
Laporan operasi.
  • Penderita tidur terlentang diatas meja operasi
  • Dilakukan general anestesi
  • Dilakukan asepsis dan antisepsis lapangan operasi dengan povidon iodine
  • Dilakukan insisi sejajar ligamentum inguinal, diperdalam sampai tampak apponeurosis
  • Identifikasi nervus inguinalis dan genitofemoral, disisihkan
  • Apponeurosis MOE dibuka
  • Identifikasi kantong hernia, dibuka keluar cairan serous ± 20 cc, isi omentum
  • Omentum dikembalikan kerongga abdomen
  • Kantong hernia diligasi kemudian dipotong secara intoto
  • Identifikasi funiculus spermatikus
  • Pasang mesh dengan jahitan pada tuberculum pubicum, ligamentum inguinal dan conkoin tendon
  • Kontrol perdarahan
  • Luks operasi dijahit lapis demi lapis
  • Operasi selesai
Instruksi post operasi.
  • IVFD RL : D5% = 2 : 2 → 28 gtt/menit
  • Interome 2 dd 1 gr → i.v
  • Metronidazole 3 dd 1 → drips
  • Ranitidin 3 dd 1 amp → i.v
  • Ketorolac 3% drips dalam D5 100 cc/8 jam
  • Puasa bila Bu (+) dan penderita sadar betul boleh minum sedikit demi sedikit

S : Nyeri luka bekas operasi (+)
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 110/70 mmhg, Nadi 84 x/menit, Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,6oC
Abdomen : Datar lemas, bising usus (+), defence muscular (-), nyeri tekan pada bekas operasi (+).
A : Post herniotomi dengan pemasangan mesh hari I - II
P : IVFD RL : D5% = 2 : 2 → 28 gtt/menit
Interome 2 dd 1 gr → i.v
Metronidazole 3 dd 1 → drips
Ranitidin 3 dd 1 amp → i.v
Ketorolac 3% drips dalam D5 100 cc/8 jam
Diet makanan lunak
Mobilisasi ( miring kanan/kiri )

S : Nyeri pada luka bekas operasi mulai berkurang
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 110/70 mmhg, Nadi 80 x/menit, Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC
Abdomen : Datar lemas, bising usus (+), defense muscular (-), nyeri tekan pada bekas operasi (+).
Regio inguinalis : luka bekas operasi terawat baik.
A : Post herniotomi dengan pemasangan mesh hari III – IV
P : Aff infus, lanjut terapi oral
Cefixime 2 dd 1 caps
Ultracet 2 dd 1
Kalmex 3 dd 1
Mobilisasi

S : Nyeri pada luka bekas operasi berkurang
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 110/70 mmhg, Nadi 88 x/menit, Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC
Abdomen : Datar lemas, bising usus (+), defense muscular (-), nyeri tekan pada bekas operasi (+).
Regio inguinalis : luka bekas operasi terawat baik, pus (-).
A : Post herniotomi dengan pemasangan mesh hari V – VI
P : Cefixime 2 dd 1 caps
Ultracet 2 dd 1
Kalmex 3 dd 1
Mobilisasi

S : Nyeri pada luka bekas operasi berkurang
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 110/70 mmhg, Nadi 88 x/menit, Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC
Abdomen : Datar lemas, bising usus (+), defense muscular (-), nyeri tekan pada bekas operasi (+).
Regio inguinalis : luka bekas operasi terawat baik, pus (-).
A : Post herniotomi dengan pemasangan mesh hari VII – VIII
P : Cefixime 2 dd 1 caps
Ultracet 2 dd 1
Kalmex 3 dd 1
Mobilisasi
S : (-)
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 110/70 mmhg, Nadi 84 x/menit, Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC
Abdomen : Datar lemas, bising usus (+), defense muscular (-), nyeri tekan pada bekas operasi (+).
Regio inguinalis : luka bekas operasi terawat baik, pus (-).
A : Post herniotomi dengan pemasangan mesh hari IX
P : Cespam 2 dd 100 mg
Metronidazole 3 dd 500 mg
Intervensi dihentikan
Kontrol poli jika obat habis

S: klien mengatakan sulit BAK
O: klien terlihat lemah
A: Post herniotomi dengan pemasangan mesh
A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervesi 1,2,3

S: klien menngatakan BAK sudah lancar

O: input dan output sudah seimbang

A: masalah teratasi

P: hentikan intervensi, pertahankan keadaan klien.

S: klien mengatakan badannya dapat bergerak bebas kembali

O: -klien tampak bersemangat
     -klien tidak bedres total

A: masalah teratasi

P: hentikan intervensi, pertahankan keadaan klien










S: klien sudah  mulai tidak bertanya lagi tentang penyakitnya dan sudah mengerti tentang penyakitnya

O: klien tampak tenang

A: masalah teratasi

P: hentikan intervensi, pertahankan keadaan klien.



     

BAB III
PENUTUP

3.1          KESIMPULAN
1.    Hernia adalah penonjolan sebuah organ atau struktur melalui mendeteksi di dinding otot perut. Hernia umumnya terdiri dari kulit dan subkutan meliputi jaringan, sebuah peritoneal kantung, dan yang mendasarinya visera, seperti loop usus atau organ-organ internal lainnya.
2.    Hernia kongenital disebabkan oleh penutupan struktural cacat atau yang berhubungan dengan melemahnya otot-otot normal. Hernia diklasifikasikan menurut lokasi di mana mereka muncul. Sekitar 75% dari hernia terjadi di pangkal paha. Ini juga dikenal sebagai hernia inguinalis atau femoralis. Sekitar 10% adalah hernia ventral atau insisional dinding abdomen, 3% adalah hernia umbilikalis. Jenis lain dapat mencakup hiatus hernia dan diafragmatik hernia.
3.2    Saran
         Adapun saran yang penulis sampaikan adalah diharapkan agar pembaca melatih penguatan otot yang mungkin dapat membantu. Menjaga berat badan normal, sehat secara fisik, dan menggunakan teknik mengangkat yang tepat dapat mencegah herniasi. Awal pengakuan dan diagnosis herniasi sangat membantu dalam pencegahan tercekik. Setelah herniasi terjadi, individu harus mencari perhatian medis dan menghindari mengangkat dan tegang, yang berkontribusi pada cekikan.







DAFTAR PUSTAKA

Lemone and Burke,M.K. 2000 .Medical Surgical Nursing:Critical Thinking in
       Client Care. Second Edition.New Jersey: Prentie-Hall,Inc.
Ignatavicius, Donna, et.All.2000.Medical Surgical Nursing.Philadelphia: W.B Saunders
Company.
Lewis,Heitkemper,Dirksen.2000.Medical Surgical Nursing: Assessment and
Management of Clinical Problem. Volume 2
. Fifth Edition. Mosby.
Oswari E.1993. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: PT Gramedia. .
http://forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/12/hernia/
http://www.tanyadokter.com/disease.asp?id=1000546